radarcom.id – Menyambut lahirnya Undang-Undang Tentang Kerajaan Nusantara, Dewan Kerajaan (DK)-02 PYM SPDB Brigjen Pol (Purn). Drs. Edward Syah Pernong, S.H., M.H., Sultan Sekala Brak Kepaksian Pernong Yang Dipertuan Ke-23 membeberkan betapa penting peran kerajaan nusantara dan kemerdekaan Indonesia.
Mantan Kapolda Lampung itu memaparkan dengan gamblang bahwa keberadaan masyarakat adat yang berbasis kerajaan adat Nusantara memiliki landasan yuridis konstitusional, maka sesuai dengan amanat Pasal 32 UUD 1945, perlu diterbitkan UU tentang pengakuan kerajaan adat Nusantara sebagai warisan kebudayaan nasional.
Sejarah
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, merupakan deklarasi independensi bangsa Indonesia. Soekarno dan Hatta atas nama Bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaan Indonesia dari penjajahan bangsa asing, dan menjadikan bangsa ini memiliki sebuah negara yang merdeka, yang berhak mengatur rakyat dan bangsanya sesuai dengan filosofi, karakter dan spirit bangsa Indonesia sendiri.
Dalam teks proklamasi, disebut dengan tegas bahwa yang menyatakan kemerdekaan adalah Bangsa Indonesia. Bangsa menyiratkan kesatuan psikologis-sosiologis yang menjadi dasar bagi berdirinya kesatuan politik dengan batas-batas geografis yang disebut negara.
Soekarno dan Hatta mewakili bangsa Indonesia bukan hanya yang hadir di Pegangsaan Timur 56, Jakarta, tapi di seluruh wilayah yang warganya mengakui sebagai bangsa Indonesia.
Menjadi bangsa Indonesia, bukanlah proses yang singkat, melainkan membutuhkan waktu ratusan tahun. Berawal dari perlawanan kerajaan-kerajaan Nusantara dari penjajahan bangsa asing. Kerajaan-kerajaan Nusantara sebagai pemegang kedaulatan politik sebelum kemerdekaan, merupakan kerajaan-kerajaan bersifat lokal.
Kerajaan-kerajaan Nusantara dari Aceh, Palembang, Lampung, Jayakarta, Cirebon, Jogja, Solo, Sumenep dan Gresik, Karang Asem, Denpasar Klungkung, Kerajaan Bima, Kasultanan Jailolo, Bacan, Ternate, Tidore, Gowa, Bone, Addatuang Sidenreng, Polong Bangkeng, Jeneponto dan Bantaeng, Batte Salapan Borissallo, Balanipa Mandar dan Kerajaan Melayu Deli, Deli Serdang, Langkat dan kerajaan-kerajaan di Kalimantan dan sebagainya, melakukan perlawanan terhadap kolonialisme yang semula memang bertujuan menundukkan kerajaan-kerajaan tersebut demi menguasai Nusantara.
Perjuangan Kerajaan Nusantara
Dalam rentang ratusan tahun hingga proklamasi, para raja, sultan, dan bangsawan di seluruh kerajaan Nusantara terus berjuang melawan penjajah, kita mengenal nama-nama pahlawan seperti Pangeran Diponegoro, Sultan Hasanuddin, Sultan Ageng Tirtayasa, Sultan Iskandar Muda, Sultan Mahmud Badaruddin, Sultan Nuku, Sisingamangaraja, Hamangkubuwono IX, Pakubuwono X, dan masih banyak lagi.
Di Lampung, kita memiliki Pahlawan seperti KI Akmal Dalom Raja Kapitan, Sultan Akbar dari Kepaksian sekala brak , Sultan Pangeran Suhaimi, Pangeran Maulana Balyan, Radin Intan, Batin Mangunang, Tumenggung Singa Brata, Kyai Ahmad Hanafiah, musannif Ryacudu, Alamsyah Ratu perwiranegara dan lain-lain.
Untuk diketahui, KI Akmal Dalom Raja Kapitan adalah juga pahlawan rakyat Ranau yang monumen perjuangannya terbangun megah di Simpang Sender Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan. Beliau gugur sebagai perintis dan pejuang kemerdekaan. Namanya terpampang sebagai nama jalan utama membelah kota Baturaja OKU. KI Akmal Dalom adalah suami dari kakak kandung wanita Pangeran Suhaimi Sultan Lelamuda, Sultan dari Kepaksian Sekala Brak Lampung.
Dari uraian itu, kita mengetahui bahwa peristiwa 17 Agustus 1945, merupakan langkah pertama dari bangsa Indonesia yang secara jelas dan tegas menyatakan kemerdekaan, bebas dari pengaruh kolonial. Dan pada saat proklamasi kemerdekaan itu, banyak kerajaan Nusantara yang para raja dan sultannya terus melawan penjajahan, masih eksis berdiri, dan dikemudian hari menyatakan bergabung dengan negara Indonesia yang diproklamasikan.
Dengan demikian, kerajaan-kerajaan Nusantara bisa dianggap sebagai kerangka bangunan negara Indonesia modern. Adapun istilah kerajaan adalah bentuk terminologi saat ini bentuk pemerintahan yang dikepalai oleh raja. Sedangkan kerajaan tersebut mempunyai nama yang bersifat lokal yang masing-masing kerajaan berbeda. Misal kesultanan, kasunananan, ke karaengan, batte salapan, kedatuan, kepaksian, ke nagarian, itu adalah nama-nama bentuk asli dan terminologi sebutan kerajaan dalam bentuk lampau. Namun tetap harus dipakai sebagai nama asli dan bentuk kerajaan tersebut yang menunjukkan kebesarannya dimasa lampau walau pun dalam istilah sekarang secara umum dipanggil dengan istilah kerajaan, namun tidak boleh menghilangkan nama dan bentuk asli sebagai bentuk kebesaran masa lalu. Meskipun hingga proklamasi 1945 kerajaan-kerajaan Nusantara masih eksis, namun kemudian dengan proklamasi, kerajaan-kerajaan Nusantara secara sukarela menyatakan bergabung.
Pernyataan bergabung itu ada yang bersifat legal formal seperti Jogjakarta dan Surakarta serta beberapa kerajaan lain, ada juga yang secara langsung menyesuaikan diri dengan republik. Dengan bergabungnya kerajaan Nusantara itu, maka terbangun Indonesia sebagai negara yang utuh hingga saat ini, 78 tahun sejak proklamasi dinyatakan.
Setelah proklamasi, Indonesia membentuk pemerintahan sendiri, dan memiliki UUD. Dalam UUD 1945 yang disusun oleh para founding fathers terbaca jelas bahwa keinginan bangsa Indonesia untuk mendirikan negara Indonesia modern, namun dengan meresepsi nilai-nilai kebudayaan Nusantara yang bersumber dari kerajaan-kerajaan Nusantara.
Bahkan bangunan politik Indonesia yang memiliki wilayah dari Sabang hingga Merauke merupakan hasil dialog antara Negara Republik Indonesia dengan kerajaan-kerajaan Nusantara.
Bukti bahwa bangun politik Indonesia merupakan hasil dialog dengan kerajaan Nusantara, dapat dilihat dari pengakuan akan eksistensi kerajaan nusantara yang tertulis dalam Penjelasan UUD 1945.
Dalam territoir Negara Indonesia ada juga terdapat lebih kurang 250 zelfbesturende landchappen dan volksgemenschappen, seperti di Jawa dan Bali, ada juga di Minangkabau, penerus kebangsawan Palembang dan penerus kepaksian sekala brak d Lampung , termasuk para penerus kerajaan kerajaan di sulawesi selatan serta beberapa di kalimantan Nusa tenggara barat dan timur, Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli, dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asal-usul daerah tersebut.
Yang dimaksud dengan zelfbestuurende adalah daerah swapraja yang berhak mengatur pemerintahannya sendiri. Daerah swapraja dalam masa kolonial yang dimaksud dalam penjelasan UUD 1945 tersebut mengacu pada kerajaan-kerajaan Nusantara. Dengan demikian, yang dimaksud dalam “zelfbesturende” dalam penjelasan UUD 1945 adalah kerajaan-kerajaan Nusantara yang masih eksis.
Bentuk pengakuan atas kerajaan-kerajaan Nusantara itu kemudian dijabarkan dalam Undang-undang No 22 tahun 1948, dan dalam Undang-undang No 1 tahun 1957. Pasal 1 ayat (2): Daerah-daerah yang mempunyai hak-hak, asal-usul dan di zaman sebelum Republik Indonesia mempunyai pemerintahan sendiri yang bersifat Istimewa dengan Undang-undang pembentukan termaksud dalam ayat (3) dapat ditetapkan sebagai Daerah Istimewa yang setingkat dengan Propinsi, Kabupaten atau Desa, yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Pasal 18 ayat (5) Kepala Daerah istimewa diangkat oleh Presiden dari keturunan keluarga yang berkuasa di daerah itu dizaman sebelum Republik Indonesia dan yang masih menguasai daerahnya, dengan syarat-syarat kecakapan, kejujuran dan kesetiaan dan dengan mengingat adat istiadat didaerah itu. Pengaturan sejenis juga dapat ditemui dalam Pasal 25 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1957.
Mengembalikkan Peran Kerajaan Nusantara
Ada benang merah yang jelas dari sejak kerajaan Nusantara, perlawanan seluruh rakyat Indonesia diantaranya dengan dipimpin oleh para raja dan sultan, hingga proklamasi dan penyusunan UUD 1945. Semuanya menunjukkan bangunan Negara Indonesia didasarkan pada kesatuan darah dan daerah.
Juga berdasarkan kesatuan atau harmoni yang sesuai dengan filosofi dasar kebudayaan Nusantara. Spirit untuk membangun Indonesia yang bersendikan pada suasana kebatinan bangsa Indonesia. Suasana kebatinan Indonesia tersebut bersumberkan pada kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia, yang tercermin dari persekutuan masyarakat adat.
Setelah 78 tahun kemerdekaan Indonesia, ada baiknya kita kembali merenungkan gagasan para founding fathers untuk mendirikan negara-bangsa. Negara yang mengakui hak asal-usulnya. Oleh sebab itu, perlu dipikirkan sebuah roadmap untuk memperkuat posisi kerajaan adat Nusantara sebagai kerangka dasar bangunan negara Indonesia modern.
Kerajaan-kerajaan Nusantara yang hingga kini masih eksis keberadaannya, dan mengubah diri menjadi kerajaan adat paska pernyataan bergabung dengan NKRI, perlu diposisikan kembali untuk menjaga marwah bangsa di jalur kebudayaan. Para raja dan sultan perlu dilibatkan dalam pembangunan negara, khususnya di bidang kebudayaan.
Kerajaan adat Nusantara yang sejak proklamasi telah membuktikan diri kokoh membela NKRI memiliki peran penting untuk menjaga nilai-nilai kearifan lokal, kebhinekaan, dan inklusifitas. Dan para raja dan sultan hingga saat ini masih menjadi motivator, tokoh panutan yang kata-katanya dipatuhi oleh masyarakat adat, merupakan potensi penggerak pembangunan nasional.
Suatu apresiasi bagi DPD RI yang saat ini dipimpin La Nyalla Mahmud Mattalitti gelar Batin Calak Perkasa , Junjungan Negeri yang begitu konsen terhadap kiprah kerajaan-kerajaan yang pernah berdiri dan nyata-nyata masih menata adat dan rakyat serta memelihara kearifan lokal dan tetap berkiprah dalam ajang-ajang budaya pada tingkat nasional. Yang diistilahkan oleh Ketua DPD RI ini adalah share holder NKRI, pemegang saham lahirnya kesatuan kedaulatan NKRI saat ini yang mana dalam perjalanan pemerintahan Indonesia saat ini telah mencoba dan bekerja keras menginisiasi serta melakukan penataan terhadap kerajaan Nusantara sebagai aset budaya bangsa.
Bahkan sebagai kekuatan pembangunan nasional dan dengan serius dan terus menerus berjuang dalam penataan kerajaan nusantara tersebut. Dan Alhamdulillah sudah menggulirkan usul inisiatif tentang UU Kerajaan Nusantara yang saat ini sedang dalam rangka finalisasi di DPD RI. Dengan suatu cita-cita dasar agar disinilah kelak diharapkan peran kerajaan nusantara agar dapat secara nyata dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam proses pembangunan.
Pengakuan kerajaan adat tidak akan memunculkan kembali feodalisme, sebagaimana dikhawatirkan oleh sebagian pihak. Pemerintah juga tidak perlu merisaukan munculnya klaim-klaim kerajaan yang sedang marak terjadi, karena semua itu perlu dilihat dalam perspektif legal-konstitusional.
Berangkat dari pengakuan atas 250 zelbestuur (kerajaan), maka perlu dilakukan pendokumentasian oleh pemerintah, sampai sejauh mana dari 250 itu yang masih bisa dilacak jelas keberadaannya. Mulai dari cakupan luasnya tentu harus ada batas luas, peran dan pengaruh serta dirasakan kiprahnya selama ini baik oleh masyarakat maupun pemerintah, karena dalam rentang waktu 78 tahun kemerdekaan harus jelas bagaimana menjaga eksistensi kiprah denyut kegiatan dan nuansa kepemimpinannya bukan hanya tingkat kabupaten saja. Tetapi lintas kabupaten dan interaksinya bersama kerajaan-kerajaan nusantara yang dibuktikan dengan aktifitas-aktifitas pada tingkat nasional dan komitmennya terhadap persatuan dan kesatuan bangsa. Artinya bukan berperan bak LSM atau Ormas, tapi nyata kewibawaannya dalam menyelesaikan masalah, baik konflik horizontal maupun vertikal. Sehingga bukan ujug-ujug mendapat pengakuan, tapi kehidupan masyarakatnya ‘LAYON’, hidup segan mati tak mau, dan tidak jelas kiprah kesejarahannya mulai dari bergulirnya revolusi kemerdekaan, karena rancang bangun pondasi NKRI ini adalah oleh kerajaan yang punya nilai patriotis, heroisme dan kesetiaan yang bukan hanya tidak tercela, akan tetapi perjuangan nyata yang membawa bara api semangat yang tidak pernah padam dan selalu berkiprah dalam perjalanan panjang Indonesia merdeka.
Setidaknya ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi : (1) raja yang memerintah saat ini merupakan garis keturunan raja, dan hal itu harus bisa diuraikan dengan jelas disertai alat bukti yang cukup.
Syarat berikutnya, (2) Memiliki keraton atau berada di keraton yang sama seperti di masa lalu. Sebuah tempat yang sdh diatas seratus tahun bukan keraton yang baru dibangun
(3) Memiliki pusaka yang dipergunakan di masa lalu yang terpakai menunjukkan kebesaran yang diakui pada zaman nya, bahkan walau pun dalam masa pemerintahan penjajahan dan pusaka pusaka tersebut yang masih tersimpan dan terawat dengan baik.
(4) Memiliki rakyat yang mengakui dan mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari kerajaan adat tersebut. (dan luas wilayah tidak boleh hanya dalam skup desa atau hanya satu kecamatan tapi minimal saat ini punya wilayah yang masuk power on hand tiga kecamatan sebagai terirour nya. Sedangkan dahulu besarnya harus dalam bentuk minimal satu kabupaten namun pengaruh budaya dan legitimasinya harus menembus batas territour kabupatennya dan pengakuan nya terakui meluas hingga lintas kabupaten bahkan mempunyai konsistenai dalam kiprah hingga tingkat nasional
(5) Memiliki pemahaman akan nilai tradisi kerajaan masa lalu, dengan hirarki yang jelas, tata bahasa , tradisi dan alat-alat perlengkapan kerajaan dan nilai tradisi itu masih dipertahankan hingga sekarang dalam rangka proses kenaikan tahta dan proses pembinaan dalam meneruskan tradisi tradisi asli terhadap struktur dibawahnya dalam proses alih generasi yang tetap dipegang turun temurun beratus ratus tahun yang lalu dan bergulir berdasarkan pakem pergantian tahta dan tidak pernah terputus dan legitimasi yang kuat dari rakyat dan pemerintah sebagai sebuah bentuk kerajaan pada tingkat daerah setempat dan bersama pemerintah jalin
menjalin dalam kerjasama menjaga adat kerajaan dalam wilayahnya dengan cara merawat kerajaan melalui event event salam kerajaan sejak dahulu hingga saat ini.
(6) Memiliki prasasti atau surat-surat penting yang menunjukkan bahwa kerajaan tersebut memiliki eksistensi khususnya dalam merawat kebhinnekaan pada tingkat lokal hingga tungkat nasional yang terus berkesinambungan khususnya di masa sekarang ini.
Agar keberadaan masyarakat adat yang berbasis kerajaan adat Nusantara memiliki landasan yuridis konstitusional, maka sesuai dengan amanat Pasal 32 UUD 1945, perlu diterbitkan UU tentang pengakuan kerajaan adat Nusantara sebagai warisan kebudayaan nasional.
Keenam batasan kerajaan seperti disebut di atas perlu dimasukkan, agar dapat dijadikan pijakan dalam setiap pengambilan keputusan yang terkait dengan kerajaan adat nusantara maupun pemajuan kebudayaan.
Signifikansi UU Pengakuan Kerajaan Adat Nusantara adalah untuk melibatkan kerajaan, beserta segenap masyarakat adat untuk terlibat dalam proses pembangunan, termasuk memperkuat kebhinekaan dan pemajuan kebudayaan nasional. (rci/rci)
Foto-foto: Humas Kerajaan Sekala Brak, Dok. Novan Saliwa, Dok. Pribadi Pangeran Edward Syah Pernong / Istimewa
Sumber: wawancara radarcom.id dengan SPDB Pangeran Edward Syah Pernong dan artikel yang telah tayang di kagama.co