HTML Image as link Qries

PEMILU 2024, DEMOKRASI (gaya) BARU

Oleh : Wendy Melfa

Direktur Badan Saksi Nasional PG untuk Wilayah Lampung

banner 300600

Anggota Dewan Pakar MPW KAHMI Lampung

 

Pengantar

Membaca laporan pengukuran the Economist Intelligence Unit (EUI) Democracy Indeks 2022, Indonesia menempati urutan ke-52 di dunia dari total 167 negara yang dikaji, mengkatagorikan demokrasi di Indonesia pada skor 6,71 yang menempatkan Indonesia masuk 10 negara dengan kinerja peningkatan skor terbaik. Hasil ini menunjukkan peningkatan dan lebih baik dibandingkan pengukuran pada tahun sebelumnya (2021), meskipun indeks demokrasi Indonesia membaik, namun tantangan masih besar, dan demokrasi Indonesia  masuk katagori flawed democracy (demokrasi cacat). Adapun lima indikator yang menjadi ukuran EUI, tiga mengalami kenaikan; keberfungsian pemerintah (naik), kebebasan sipil naik (naik), partisipasi politik (naik), dan dua indikator stagnan; yaitu proses elektoral dan pluralisme, dan budaya politik (kompas.id).

Mengetahui indeks demokrasi Indonesia (IDI) merupakan cara untuk mengetahui secara kuantitatif status demokrasi Indonesia sebagai alat ukur yang digunakan untuk mengetahui dan mengevaluasi sejauh mana perkembangan dan penerapan demokrasi di Indonesia. Dengan mengetahui masih terdapat indikator yang berjalan stagnan bagi perkembangan demokrasi, sepatutnya rakyat dan elite partai politik sebagai pelaku utama demokrasi Indonesia untuk Instrospeksi dan sekaligus mempersepsikan  bersama sebagai bentuk memprediksikan kecenderungan pola dan budaya yang akan menghasilkan gaya demokrasi yang akan trend pada pemilu 2024 yang akan datang yang akan berbeda dengan pemilu sebelumnya, terutama dalam hal proses elektoral dan (kecenderungan) budaya politik.

 

Role Model Demokrasi (Gaya) Baru

Ada dua indikator yang akan diketengahkan pada tulisan ini; pertama, dunia dan juga termasuk Indonesia saat ini sudah memasuki era digitalisasi 4.0, teknologi informasi, dengan fokus pada interkonektivitas, otomatisasi, machine learning, dan real time yang telah membawa kecenderungan berbagai lapisan masyarakat menapaki era baru ini yang tidak lagi membagi segmentasi warga dalam kelas sosial, bahkan ibu rumah tangga, sopir taksi dan ojek pun sudah sangat akrab dengan internet dan media sosial. Indikator yang kedua, hasil proses pemilu serentak Kepala Daerah 2020 yang lalu yang menunjukkan angka partisipasi pemilih yang mengalami peningkatan, padahal proses-proses pemilu justru konvensional sebagaimana pemilu sebelumnya sudah tidak dilakukan lagi, diantaranya kampanye yang dilakukan secara digital, tidak ada lagi kampanye dengan pengerahan massa besar-besaran di lapangan lengkap dengan penampilan panggungan dan artis dangdut dan atau ternama lainnya, konvoi dan arak-arakan kendaraan, dan lain bentuknya yang mengerahkan massa, mengeluarkan biaya yang cukup mahal, bahkan tak jarang memantik adanya gesekan antara massa pendukung partai dan calon konstestasi, rawan keamanan dan lain sebagainya. Hal tersebut bukan saja disebabkan adanya antisipasi penularan covid-19 karena pemilu 2020 dilaksanakan saat pandemi covid-19, tetapi juga telah “men-design” masyarakat pemilih untuk semakin bergeser kencenderungan budaya dan perilaku pemilih dari budaya patron politik, ikut-ikutan, kepada keyakinan serta kesadaran politik pemilih yang semakin baik, dengan memperhatikan lebih dekat dan seksama melalui media digital akan sosok, karya, dan track record calon dan atau partai politik yang akan menjadi pilihannya untuk menempatkan aspirasi politik yang merupakan hak konstitusionalnya sebagai warga negara.

Trend pemilih tidak lagi tertarik hanya pada dekorasi dan etalase politik dari Parpol yang hanya menampilkan “nama besar” Ketua Umumnya sebagai bentuk demokrasi pengkultusan, bukan demokrasi idola, kecenderungan sudah bukan disitu lagi. Kontestan Pemilu sudah saatnya mengedepankan politik ide dan gagasan, yang akan menjadi gairah dan selera pemilih adalah adanya ide dan gagasan apa yang akan ditampilkan sebagai “penawaran” untuk ditukar dengan hak konstitusional warga negara yaitu menggunakan hak pilihnya untuk memilih kontestan Pemilu 2024 yang akan datang. Karena dengan ide dan gagasan akan “terbaca” ferformance para kontestan yang sekaligus membangun trush publik terhadap calon yang akan mewakili suara publik dalam mengelola negara dan pemerintahan ke depan.

Pemilih Cerdas

Seiring dengan majunya teknologi informasi, pendidikan umum dan politik, yang berdampak pada “terbukanya” ruang publik, modernisasi pengelolaan Pemilu dan Parpol, berkembang dan majunya kesadaran politik pemilih, akan menempatkan secara simultan posisi pemilih yang cerdas, menentukan pilihan atas kesadaran, independensi, dan kemanfaatan. Disisi lain, untuk merebut suara pemilih yang semakin cerdas, kontestan Pemilu harus menggeser trend yang disajikan dalam bentuk ide dan gagasan cemerlang yang dapat dirasakan manfaatnya bagai publik baik jangka pendek maupun jangka panjang, menyajikan figur-figur yang akan dipilih rakyat yang terukur kualitas SDM dan track record-nya, karena kecenderungan demokrasi ke depan adalah demokrasi ide dan gagasan, bukan demokrasi berdasarkan pengkultusan, bukan demokrasi idola.

Peserta kontestasi sepatutnya menyesuaikan  dan berkompromi dengan kecenderungan pasar, demikian biasanya manajemen merebut daya beli pasar dalam terminologi ilmu marketing. Pemilih sebagai konsumen, diposisikan sebagai pihak yang harus dipenuhi selera dan keinginannya, disitulah kecenderungan demokrasi elektoral yang akan berlaku. Tidak akan terlalu bermanfaat dalam kerangka merebut hati pemilih hanya dengan menampilkan simbol partai tetapi kering akan ide dan gagasan, justru kedepan akan menjadi gaya demokrasi menyajikan figur yang track record, karya dan sumber daya yang mumpuni sekaligus kaya akan ide dan gagasan. Inilah salah upaya kita semua, baik masyarakat maupun peserta kontestasi untuk membangun demokrasi gaya baru yang akan meningkatkan indeks demokrasi Indonesia, utamanya dalam ukuran proses elektoral dan (kecenderungan) budaya politik. Meningkatnya indeks demokrasi Indonesia, adalah ukuran kuantitas dari kemajuan demokrasi Indonesia senyatanya. Selamat datang gaya demokrasi baru Indonesia. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *