HTML Image as link Qries

Sinergitas Pusat dan Daerah Memajukan Keuangan Syariah

Dr H Fauzi
Dr H Fauzi Wakil Bupati Pringsewu (2017-2022) dan Pendiri Sekolah Tinggi Ekonomi dan Bisnis Islam (STEBI) Tanggamus

Oleh: Dr. Fauzi, S.E., M.E., M. Kom., Ak., CA., CMA

Wakil Bupati Pringsewu (2017-2022)
Pendiri Sekolah Tinggi Ekonomi dan Bisnis Islam (STEBI) Tanggamus

banner 300600

Pada masterplan ekonomi dan keuangan syariah 2019-2024, pemerintah telah menetapkan empat fokus utama pengembangan ekonomi syariah di Indonesia.

Keempat fokus tersebut adalah pengembangan industri halal, sektor keuangan syariah, pengembangan sektor keuangan sosial syariah, dan pengembangan kewirausahaan syariah.

Dalam konteks ini, segala potensi yang dimiliki Indonesia harus menjadi dorongan bagi pemerintah dan pelaku ekonomi untuk lebih serius menggarap sektor ekonomi syariah.

Industri halal merupakan salah satu sektor ekonomi syariah yang terus mengalami pertumbuhan positif. Hal ini dapat dilihat dari permintaan konsumen dunia terhadap industri halal yang semakin meningkat.

Merujuk data Global Islamic Economy Report 2020/2021, pengeluaran konsumen muslim untuk makanan dan minuman halal, farmasi dan kosmetik halal, serta pariwisata ramah muslim dan gaya hidup halal pada tahun 2019 mencapai nilai US$2,02 triliun. Pengeluaran untuk industri halal diproyeksikan akan terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya.

Indonesia juga memiliki potensi di sektor perbankan syariah. Salah satu upaya pemerintah untuk mengembangkan keuangan syariah adalah melakukan merger bank syariah milik pemerintah, yaitu PT Bank BRI Syariah Tbk, PT Bank BNI Syariah, dan PT Bank Syariah Mandiri. Dari merger ini terbentuklah PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI).

Pembentukan Bank Syariah Indonesia (BSI) merupakan strategi pemerintah untuk meningkatkan aset dan menjadikan Indonesia sebagai salah satu pusat keuangan syariah dunia. Setelah resmi beroperasi pada 1 Februari 2021, kinerja BSI terus menunjukkan tren positif.

Jika melihat data pada Kuartal I 2022, aset PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) tercatat Rp 271,29 triliun. Data ini menggambarkan kenaikan sekitar 15,73 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Pemerintah juga terus mendorong pengembangan zakat, infak, sedekah, dan wakaf sebagai bagian dari sektor keuangan sosial syariah. Sektor ini perlu terus dikembangkan mengingat potenisnya yang begitu besar dalam mengurangi kesenjangan ekonomi yang saat ini masih terjadi di tengah-tengah masyarakat.

Di sektor zakat, Indonesia memiliki potensi mencapai Rp 327 triliun per tahun. Sayangnya, dari total potensi yang ada, zakat yang terkumpul tahun 2021 baru sekitar Rp 17 triliun. Di bidang wakaf kita juga mengalami kemajuan signifikan.

Berdasarkan data Lembaga Kenazhiran Badan Wakaf Indonesia (LK BWI), jumlah wakaf uang yang terhimpun pada tahun 2020 mencapai Rp 66,35 miliar. Angka ini naik pada 2021 menjadi 77,75 miliar.

Meskipun capaian zakat dan wakaf masih jauh dari potensi yang ada, tapi hal ini patut disyukuri karena setiap tahun terjadi peningkatan partisipasi publik dalam gerakan zakat dan wakaf yang memiliki peran strategis dalam meningkatkan kesejahteraan umat.

Terakhir, pemerintah dituntut untuk terus mendorong pengembangan sektor kewirausahaan syariah. Peran dan fungsi kewirausahaan syariah sangat strategis sebagai jembatan menuju kemajuan ekonomi Indonesia.

Saat ini rasio kewirausahaan Indonesia baru sekitar 3,5 persen. Rasio ini masih dibawah negara-negara ASEAN seperti Singapura yang sudah 8,76 persen, Malaysia 4,74 persen, dan Thailand 4,26 persen.

Ini menjadi tugas pemerintah bagaimana mencetak wirausaha dengan jumlah yang lebih besar lagi. Dukungan pemerintah bisa berupa pembiayaan, pendampingan, dan akses pasar.

Karena itu, kewirausahaan syariah perlu terus didorong karena sektor ini memiliki karakteristik yang kuat dalam hal kehalalan dan larangan. Islam sendiri sangat mendorong umatnya untuk terlibat langsung dalam bidang kewirausahaan.

Ikhtiar mengembangkan industri halal, sektor keuangan syariah, keuangan sosial syariah, dan kewirausahaan syariah membutuhkan peran dan sinergitas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Pemerintah daerah bisa menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) terkait pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. Daerah yang saat ini sudah memiliki Pergub adalah provinsi Riau dan Jawa Barat. Tentu saja kita sangat berharap langkah ini dapat diikuti daerah-daerah lain.

Selain itu, pemerintah pusat melalui Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) mendorong terbentuknya Komite Daerah Ekonomi dan Keuangan Syariah (KDEKS). Saat ini baru provinsi Sumatera Barat dan Riau yang sudah membentuk KDEKS. Pembentukan KDEKS dinilai sangat penting sebagai wadah koordinasi antara program pemerintah pusat dengan kebutuhan daerah dalam pengembangan ekonomi syariah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *