radarcom.id – Seorang akademisi dan peneliti Budaya yang juga Dosen FKIP Universitas Lampung Dr (Can) Hasyimkan. S.Sn.MA, membeberkan temuan yang bikin heboh jagad arekologi.
Sesosok Archa yang terbuat dari batu yang menggambarkan seorang raja dimana terdapat gelang pada kedua tangannya dan sebuah kalung pada lehernya terdapat di wilayah Situs Atar Genting Tinggi Hari Talang Sejemput Kecamatan Pagar Gunung dekat Kute Abung Lawangan Tinggi Kabupaten Lahat Sumatera Selatan.
Berikut ulasan Hasyimkan kepada radarcom.id :
Melalui tulisan ini penulis mengajak kita semua untuk kembali ke masa depan yang lebih baik, kesalahan masa lalu untuk saling memaafkan, yang baik kita lanjutkan yang kurang baik kita tinggalkan. Penulis meminta maaf jika temuan ini penuh drama memilukan seperti apa yang penulis rasakan saat ini.
Ciri dari pergaulan antar budaya dan antar suku-suku yang ada pastilah mempunyai sejarah besar, antar suku pastilah mempunyai pemimpin yang kharismatik, juga suatu suku yang besar adanya pergaulan yang luas, sehingga antar suku-suku yang besar akan terjadi:
- Pernah mengalahkan dan pernah dikalahkan.
- Mempunyai produk budaya.
Dari dua prinsip tersebut akan menciptakan suatu sejarah perjalanan anak bangsa yang besar pada masanya dan masa seterusnya.
Penelitian ini adalah menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnografi autobiografi. Etnografi sering diterapkan untuk mengumpulkan data empiris tentang masyarakat dan budaya manusia. Pengumpulan data biasanya dilakukan melalui pengamatan partisipan, wawancara, kuesioner dan lain-lain.
Autobiografi adalah biografi yang dituliskan oleh seorang tokoh yang menceritakan perjalanan hidup secara nyata. Sumber dari penulisan teks autobiografi mengacu pada dokumen dan berdasarkan memori (ingatan) dari penulisnya sendiri.
Hasil dari penelitian ini adalah paduan antara penelitian langsung kelapangan yang berlangsung selama 14 tahun dengan mengunjungi hampir seluruh tempat di Indonesia dan luar negeri dan memori penulis sebagai trah atau pewaris dari sejarah itu sendiri dengan melalui cerita lisan keluarga yang berhubungan langsung ke topik sejarah yang diceritakan.
Mulai tahun 2008 hingga saat ini sebagai pembuka tabir peradaban Indonesia yang berada di dunia belahan timur. terlahir dengan nama Hasyimkan di Tegineneng Lampung tanggal 13 februari 1971 anak ke 4 dari 9 bersaudara. Penulis dilahirkan dari pasangan M.Salik dan Namsubah, ayah dan ibu penulis masih kerabat dekat. Namsubah ibu penulis anak dari Rukiyah bin Madewi Binti Setunah bin Raden Bagus dan Raden Bagus adalah Putra Mahkota dalam Kerajaan Melayu. Suami Rukiyah kakek penulis adalah Cikman yang bergelar Orang Melayu dan Cikman adalah anak dari Selambu dengan gelar Puyang Laya.
Orang tua dan moyang penulis berasal dari Dusun Saung Naga Ogan OKU Sumatera Selatan yang kemudian pindah ke Lampung. Melihat dari perpindahan suku Saung Naga Ogan dan suku lainnya di Sumatera Selatan ke Lampung telah berlangsung lama dengan puncaknya bersamaan dengan terjadinya konflik dengan suku Abung di situs Pagar Gunung Lahat Sumatera Selatan sekitar abad ke 5 Masehi.
Hasil wawancara dengan kakak sepupu Zulkipli SE, MM bin Jamal bin Cikman bin Selambu di Baturaja yang mendapat mandat meneruskan trah puyang Laya mengatakan bahwa puyang kami adalah keturunan Dewa yaitu Raja Melayu yang terhubung ke Palembang dan Prabumulih serta Cirebon Jawa Barat. Juga wawancara dengan Awaliyah bin M.Salik, Kakak kandung penulis, Anshori binti Ayuzah dan Ujang bin Bakar adalah saudara sepupu penulis membenarkan bahwa kami keturunan Laya adalah yang punya sejarah besar pada masanya.
Penulis sejak kecil sering mendapati cerita mengenai sejarah puyang dari kedua orang tua, kemudian setelah besar apa yang diceritakan orang tua penulis itu nyata dan ada bukti ketika diteliti langsung oleh penulis. Selain itu juga ketika penulis penelitian lapangan mendapati cerita bahwa yang dapat membuka tabir sejarah puyang Laya ini adalah hanya keturunannya saja, jadi biar secara alamiah jika suatu saat nanti sejarah ini terbuka maka apa yang menjadi sumpah leluhur itu benar adanya.
Penelitian akhir ini dilakukan di Kecamatan Pagar Gunung Lahat, Baturaja, situs Gua Putri/Gua Harimau OKU Sumatera Selatan yang di dampingi oleh nara sumber yaitu: bapak Malik, Dedi Heryawan, Tantowi, Pati Kissi Imansyah serta bapak kades air Lingkar Kecamatan Pagar Gunung serta Hendri dari Gua Putri dan M. Yunus dari Kampung Laya di Baturaja. Waktu penelitian ke daerah Pagar Gunung Lahat penulis diberitahu oleh nara sumber bahwa penulis dapat restu leluhur, penulis sering merasakan ada angin harum yang berhembus saat meneliti benda benda peninggalan leluhur seperti guci perang dan juga situs Persembahyangan Laya serta situs Gua Laya yang disebut Kedaton.
Media tahun 1985 ibu kandung tercinta bernama Namsubah mengalami sakit keras yaitu sebuah penyakit kulit bersisik terdapat disekujur tubuhnya dengan terasa panas dan gatal yang belangsung selama satu tahun. Ibu Namsubah berobat ke Ibu Mariam di desa Gunung Sugih Kecamatan Sekampung Udik Kabupaten Lampung Timur. Hasil dari pengobatan dengan ibu Mariam bahwa ibu dirujuk agar ziarah ke Banten/Cirebon dan makam Sunan Gunung Jati dengan alasan bahwa ada hubungan dengan leluhur pada masa lalu yang perlu di tunaikan dan diselesaikan dengan mengunjungi dan ziarah ke negeri leluhur. Kemudian ibu diantar ayah berobat ke Banten/Cirebon dilanjutkan ke makam Sunan Gunung Jati dengan senang hati ayahku mengantar ibu karena harapan sakitnya dapat sembuh dan ternyata setelah berobat tak berlalu lama ibuku sembuh dari sakitnya. (Wawancara: Awaliah dan Lukman 2022/kakak dan ipar tertua penulis)
Sungai Ogan mengalir seluruhnya di provinsi Sumatera Selatan. Hulunya adalah pegunungan Bukit Barisan dan hilirnya adalah Sungai Musi. Kota Baturaja adalah salah satu kota yang dilalui oleh sungai Ogan. {Yulistia, 2020 #37} Laya selain nama puyang juga nama sungai yaitu sungai Laya adalah bagian anak sungai Ogan, muara sungai Laya adalah sungai Ogan tepat bertemu di Kota Baturaja. Latar belakang sungai Laya adalah satu kesatuan dengan Sungai Ogan. Peradaban awal dan besar sungai Ogan terdapat situs Gua Putri dan Gua Harimau dengan tokoh utama puyang Laya dimana situs tersebut adalah tanah lama dan cikal bakal bangsa Melayu, yaitu Laya-Malaya-Himalaya.
Para keturunan Puyang Laya banyak menyebar terutama di daerah aliran sungai Laya dan Saung Naga Baturaja, Pagar Gunung, serta di Indonesia bahkan sampai Himalaya. Sebelum menempati daerah Baturaja mereka dari daerah uluan yaitu tepatnya didaerah yang bernama Tangga Batu, juga situs gua Putri dan Gua Harimau dan Pagar Gunung Lahat.
Sungai Lematang adalah sungai yang terletak di Provinsi Sumatra Selatan, Indonesia. Sungai ini dikenal sebagai salah satu Batanghari Sembilan atau sembilan sungai besar yang mengalir di Sumatera Selatan. Sungai Lematang mengalir melewati lima kota/kabupaten, antara lain Kota Pagar Alam, Kabupaten Lahat, Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir, Kota Prabumulih, dan Kabupaten Muara Enim. Dihulu sungai Lematang terdapat daerah Kecamatan Pagar Gunung. (diakses di Bandar Lampung 2022 Sungai Lematang – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas).
Gambaran Kecamatan Pagar Gunung bahwa Semua desa yang ada di kelilingi oleh dua sungai, di 20 desa yang ada seluruhnya mempunyai legenda dan peninggalan sejarah terutama legenda batu macan, rumah adat terkuno yang penuh ukiran, putri emban tapis, puyang mandala, nisan kuda naga api, Batu Gong, Batu Putri serta banyaknya gua-gua, yang paling menonjol adalah legenda Putri Dayang Merindu, daerah Atar Genting Tinggi Hari dekat Gua Laya dimana terdapat pemakaman raja-raja termasuk tiang gong yang berukiran Naga, situs persembahyangan Laya dan situs Gua Laya yang disebut Kedaton. Peradaban besar sungai Lematang adalah Kecamatan Pagar Gunung sebagai ibukota Kerajaan Melayu yang kemudian menelurkan peradaban Sri Jaya, Sribuana dan Sriwijaya.
Sungai Ogan dan Sungai Lematang adalah satu kesatuan merupakan perpaduan dua sungai yang ditengahnya terdapat bukit barisan dengan ketinggian 1000 Mdpl, satu satunya jalan pintas untuk menuju dua sungai adalah dengan menaiki bukit barisan tersebut, hilir mudik orang ogan ke pagar gunung dan sebaliknya melalui batu persembahyangan Laya.
Puyang Laya adalah cikal bakal puyangnya bangsa Melayu terkhusus orang Ogan yang disebut juga Suku Ogan, yang dimaksud orang/suku Ogan adalah orang yang menempati kawasan Sungai Ogan yang membentang dari hulu ke hilir di Sumatera Selatan.
Terdapat sub suku Ogan antara lain suku Saung Naga dan lainnya. Orang Ogan yang menempati sungai Ogan ada yang pertama datang yaitu keturunan puyang Laya dan ada yang kemudian datang tergantung dari apa yang dapat diceritakan oleh tetua kampung dan juga bukti yang berupa pemukiman kuno yang masih bisa kita temukan berupa situs Gua Putri dan Gua Harimau yang telah ada ribuan tahun yang lalu.
Puyang Laya adalah penguasa tunggal sungai Ogan pada awalnya sebelum kedatangan puyang lainnya. Bukti jejak puyang Laya serta keturunan puyang Laya masih terdapat di Baturaja juga di Kecamatan Pagar Gunung Lahat, diperkirakan peradabaan puyang Laya atau Puyang Melayu ini telah ada 6000 SM.(malik, 2022)
Puyang Laya ini tidak pernah mati sampai hari kiamat, maksudnya jika puyang Laya wafat maka tugasnya akan digantikan oleh keturunan puyang Laya berikutnya hingga saat ini. Prinsip ini sama dengan matahari dimana matahari akan selalu bersinar walaupun tiap hari akan muncul di timur dan terbenam di barat. Jadi trah puyang laya akan tetap lestari hingga kini, beliau pemegang Dewa Pusaka. Ada cerita ketika terjadi peperangan maka puyang Laya pasrah untuk dibunuh dari 3 penjuru yaitu atas, tengah dan bawah, saat itu puyang Laya dapat dikalahkan dan mati, namun ketika ketiga lawannya yang membunuh puyang Laya pulang kerumah maka puyang Laya telah ada di depan pintu rumah ketiga lawannya tersebut. (Wawancara dengan Malik, 2022)
Selain kisah puyang Laya terdapat legenda Putri Dayang Merindu yang terdapat di Gua Putri Padang Bindu dipinggir aliran sungai Ogan, bahkan Gua Putri ini adalah diambil dari kisah Putri Dayang Merindu. Kisah Putri Dayang Merindu juga terdapat di Pagar Gunung Lahat. Putri Dayang Merindu adalah berasal dari Jawa Barat (wawancara Hendri, 2022), orang Saung Naga Ogan itu puyang putrinya adalah dari Cirebon Jawa Barat (wawancara M. Yunus, 2022). Kata Saung adalah bahasa Jawa Barat, kalau bahasa Ogan bukan saung tapi sangkakh, jadi kata Saung Naga adalah diambil dari puyang putri yang berasal dari Jawa Barat.
Jadi dari dua sumber mengatakan ada hubungan yang erat orang Saung Naga Ogan adalah keturunan dari Putri Dayang Merindu ketika menempati Gua Putri di Ogan sebelum dibawa ke Pagar Gunung. Legenda Putri Dayang Merindu ini ada di Gua Putri di Ogan dan di kecamatan Pagar Gunung.
Wilayah Sumatera Bagian Selatan adalah wilayah puyang Laya, lama-lama terdesak seiring berjalannya waktu, hulu aliran sungai Lematang ditempati saudara Puyang Abung yang datang dari Bukit Barisan Sumatera Bagian Utara. Mereka menempati suatu daerah aliran sungai Lematang yang disebut Kute Abung Lawangan Tinggi yang berdekatan dengan Gua Laya Kedaton di Desa Pagar Gunung.
Kisah legenda yang menarik antara puyang Laya dan Puyang Abung saling menguasai wilayah dan kekuasaan yang terjadi juga persaudaraan, kekeluargaan, perselisihan dan kisah romantisme yang kemudian sampai juga terjadi peperangan dengan didapatinya Archa Batu Raja di wilayah Penjemputan Atar Ginting Tinggi Ari Kecamatan Pagar Gunung Lahat yang bersebelahan dengan Kute Abung Lawangan Tinggi. Wilayah tersebut berdekatan dengan Gua Laya Kedaton (Istana Laya) dimana batu-batu yang bertuliskan aksara hancur lebur berkeping keping sehingga sulit untuk di satukan kembali seperti bekas peperangan besar terjadi.
Archa Batu Raja tersebut sedang memakai gelang dan kalung yang umumnya di pakai oleh raja-raja zaman dahulu masih tergeletak. Sebuah archa Batu yang merupakan gambaran seorang raja yang telah menjadi batu dengan posisi terlentang menghadap ke langit dan tanpa pangkal leher hingga kepala.
Pada awalnya Pagar Gunung adalah wilayah Puyang Laya yang lama kelamaan dikuasai oleh Puyang Abung sehingga terjadi peperangan yang besar. Ada penyatuan keluarga namun ada juga perpindahan keturunan puyang Laya dan Puyang Abung. Di Pagar Gunung pada wilayah Atar Genting Tinggi Ari tempat Gua Laya Kedaton terdapat pemakaman raja raja dan juga adanya peradaban Gong Batu sebagai simbol Raja di desa Air Lingkar yang bersebelahan dengan Kute Abung Lawangan Tinggi yang ditempati Puyang Abung.
Pergeseran Puyang Laya dari Gua Putri/Gua Harimau dialiran sungai Ogan mendaki Bukit Barisan ditandai persembahyangan Laya tempat hilir mudik atau jalan rahasia orang Ogan ke pagar Gunung telah berlangsung Lama. kemudian terjadi peperangan antara Puyang Laya dan Puyang Abung karena penguasaan terhadap suatu wilayah Pagar Gunung oleh Puyang Abung diperkirakan sekitar abad ke 5 Masehi ini ditandai dengan lenyapnya kekuasaan Abung di Kute Abung Lawangan Tinggi, kemudian orang Abung bergerak ke Muara Dua, dari Muara Dua keturunan Abung ini bergerak kembali ke Gua Putri/Gua Harimau sehingga orang Ogan bergeser ke Baturaja dan wilayah lain termasuk ke Lampung. Jadi ada pergeseran penduduk dari Gua Putri Ogan ke Pagar Gunung lalu dari pagar gunung ke Muara Dua dan dari Muara Dua terjadi pergerakan kembali ke Gua Putri dengan dua tokoh utama yaitu Puyang Laya dan Puyang Abung yang melibatkan Putri Dayang Merindu.
Dari dua peradaban besar ini yaitu Puyang Laya dan Puyang Abung ini terbentuk dua peradaban besar dikemudian hari saling berganti pengaruh dan saling menguasai baik waktu dan tempat yaitu Dapunta Hyang Sri Jaya Naga dan Dapunta Hyang Sri Sailendra, dua peradaban besar tersebut dengan Putri Dayang Merindu. Persebaran keturunan Jaya Naga di Sumatera bagian Selatan, Jambi, Riau dan lainnya sementara persebaran Sailendra terdapat di Palembang juga di Jawa dan Bali.
Dari temuan ini dapat disimpulkan bahwa ditemukan pusat Kerajaan Melayu yaitu di Kecamatan Pagar Gunung Lahat yang sebelumnya berada disitus Gua Putri dan Gua Harimau di aliran Sungai Ogan Baturaja dan semua situs tersebut adalah Puyang Laya sebagai tokoh utama sekaligus Raja dari Kerajaan Melayu juga dengan Puyang Abung, keturunan mereka menciptakan peradaban Kedatuan Sriwijaya sebagai penerus bangsa Melayu yaitu Dapunta Hyang Sri Jayanaga dan Dapunta Hyang Sri Sailendra. (rci/rci)