HTML Image as link Qries

Sono Keling (Dalbergia Latifolia)

Pohon Sonokeling / Istimewa

Status Tanaman Sono Keling sebagai salah satu Tanaman yang termasuk Apendik Cites

Dasar Hukum
– Surat Ditjen KSDAE Nomor : S. 1266/KAH/11.12/2/12/16 perihal Pemanfaatan Peredaran jenis sonokeling per 2 Januari tahun 2016, dikatakan bahwa :
” Seluruh Kegiatan Pemanfaatan khususnya perdagangan keluar negeri (ekspor) jenis kayu sonokeling harus mengikuti mekanisme perdagangan luar negeri ( cites) ”

banner 300600

Wilayah, dilengkapi dengan Dokumen Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Liar ke Luar Negeri ( SATSN CITES ), yang pada penerapan pelaksanaannya mengacu kepada :
” Kepmenhut – Nomor 447 / KPTS / II / 2003 tentang Tata Usaha Pengambilan / Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa liar.

Dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku, dalam hal masuknya Tanaman Sonokeling termasuk kedalam Apendiks Cites II ( Sebuah Konvensi Perjanjian Internasional antar negara yang mengkombinasikan antara perdagangan luar negeri dan instrumen hukum yang mengikat untuk mencapai perdagangan internasional yang berbasis berkelanjutan.

Terkait dengan Intruksi Gubernur provinsi Lampung, nomor : 25 Tahun 2021 tentang Moratorium Penebangan dan Peredaran Kayu Sonokeling di provinsi Lampung.

Instruksi Gubernur Lampung, tersebut merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki kawasan hutan yang telah rusak, yakni dengan cara melakukan rehabilitasi lahan kritis yang sudah dilaksanakan sejak tahun 1980an, dengan menanam berbagai jenis kayu kayuan termasuk sonokeling, oleh sebab itu sebaran tanaman sonokeling di provinsi Lampung, banyak tersebar di dalam wilayah Kawasan Hutan.

Meningkat nya permintaan kayu jenis sonokeling di pasar internasional, menyebabkan tinggi nya jumlah penebangan kayu sonokeling di provinsi lampung, dengan jumlah petugas yang terbatas, sementara potensi sebaran kayu sonokeling yang begitu luas, sehingga tidak optimal nya pengawasan penebangan dan peredaran tanaman jenis sonokeling di luar kawasan hutan. Hal ini dimanfaatkan oleh beberapa oknum yang menebang tanaman sonokeling, kemudian meminta Dokumen Surat angkutan Tumbuhan dan Satwa Liar Dalam Negeri ( SATS-DN) untuk legalitas peredaran nya.

Akan tetapi sebagai Masukan kepada Pemerintah, demi tercipta keseimbangan konservasi alam, penurunan lahan kritis dan pertumbuhan ekonomi mikro yang bersumber pada jasa dan bidang kehutanan, maka sebaiknya Pemerintah Provinsi Lampung segera melaksanakan pendataan potensi sebaran tanaman pohon jenis sono Keling yang berada di luar wilayah kawasan hutan dan/atau milik Masyarakat, karena sebagai Masyarakat berhak juga memanen tanaman budidaya jenis sonokeling yang ditanam di perkarang atau kebun kebun masyarakat. Segera menyesuaikan, ketentuan peraturan yang diatas nya, sesuai dengan asas hukum “Asas ‘Lex Superior Derogat Legi Inferiori’ kemudian sudah cukup menyesuaikan dengan asas hukum ‘Lex Spesialis Derogat Legi Generali’ dalam hal Pengawasan Peredaran Hasil Hutan Kayu. Yang mengacu kepada ” Kepmenhut – Nomor 447 / KPTS / II / 2003 tentang Tata Usaha Pengambilan / Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa liar.

Kemudian meningkatkan, pendampingan dan pembinaan terhadap Masyarakat KTH yang berada diseluruh desa desa penyangga Kawasan hutan. Dengan mensosialisasikan ketentuan dan aturan terkait Tanaman sonokeling, terutama pola pasca Tanam dan Panen nya., karena Pemerintah juga harus mengakomodir potensi potensi peningkatan ekonomi masyarakat desa penyangga dan kelompok pembudidaya tanaman sonokeling, tentunya untuk memenuhi permintaan pasar internasional.

Dalam hal Rehabilitasi Kawasan hutan, Pemerintah beserta satuan kerja dan instansi terkait, harus bee kordinasi dan bersinergi bahu-membahu dalam melaksanakan penanaman tanaman khas dan/atau pengkayaan tanaman hutan, sesuai dengan lokasi lahan kritis yang tersebar di beberapa wilayah kawasan hutan di Provinsi Lampung.

Dengan menghentikan sementara seluruh kegiatan penggunaan bahan baku kayu sonokeling oleh pemegang perizinan usaha PHH- Kayu dengan Kapasitas izin produksi >6.000 m3/ tahun. Tanpa mempertimbangkan potensi dan sebaran yang ada di luar wilayah kawasan hutan milik masyarakat, maka sama saja menghambat pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dan/atau KTH yang berada di desa penyangga.

Pemerintah harus hadir ditengah tengah Masyarakat, sebagai katalisator, dalam rangka mengakomodasi dan memfasilitasi berbagai masalah sosial, ekonomi dan Penegakan hukum di masyarakat.

Salam Konservasi.

Apriyan Sucipto, SH, MH

Pemerhati Lingkungan Hidup

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *