HTML Image as link Qries

Istilah Cinta Menurut Anak Hukum

Cintanya anak hukum berdasarkan asas, “cogitationis poenam nemo patitur” yakni “orang tidak boleh dihukum oleh sebab apa yang dipikirkannya” artinya Niat dalam hati tidak cukup membuktikan ada rasa cinta sebelum dinyatakan. Niat harus ditunjukan dengan permulaan perbuatan “begin van uitvoering” yang dalam teori poging subyektif, maksudnya adalah “Perbuatan itu adalah pelaksanaan niat”.

Menurut anak hukum cinta harus didukung dengan bukti permulaan yang cukup. Setidak-tidaknya ada dua alat bukti yang sah. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 dan Pasal 183 KUHAP atau asas “unus testis nullus testis”.

banner 300600

Anak hukum juga memegang asas “qui tacet consentire videtur“, yang artinya: Siapa yang berdiam diri dianggap menyetujui. Oleh karena itu, perlu waspada apabila ada anak hukum yang menyatakan cinta ke kalian berarti harus dijawab, karena bila tidak dijawab berarti setuju atau menerima cintanya.

Di sisi lain, meskipun kalian diam atau ragu-ragu, dianggap menerima cintanya, karena ada asas hukum “indubio pro reo“, dalam keragu-raguan diberlakukan ketentuan yang paling menguntungkan. Berarti keuntungan bagi
anak hukum.

Anak hukum sering mengatakan asas “potior est qui prior est”, kamu yang pertama dianggap beruntung. Ia juga akan bilang, kamu ibarat peradilan di Mahkamah Konstitusi, “first and the last instance”.

Anak hukum akan mengatakan bahwa, kamu adalah Tempat berlabuh cintanya yang pertama dan terakhir & juga sebagaimana sifat dari putusan MK yakni “final and binding“. Hal Ini bahaya kalau dia sudah bilang mengikat (binding). Karena dia akan menggunakan asas “pacta sunt servanda“, setiap perjanjian itu mengikat para pihak dan harus ditaati sebagaimana berlakunya undang-undang bagi kedua belah pihak.

Anak hukum punya komitmen yang tinggi sebagaimana adagium hukum “fiat justitia ruat coelum” sekalipun langit runtuh hukum harus ditegakkan, begitu pula cinta harus tetap ditegakan.

Bila kamu dalam keadaan bad mood (putus dengan pacar), anak hukum akan ngajak kamu jadian dengan dalil “res nullius credit occupanti”, yang diterlantarkan oleh pemiliknya, maka dapat diambil untuk dimiliki (oleh orang lain).

Apabila kekasih hati dari anak hukum melakukan kesalahan secara terus menerus, maka anak hukum akan dengan bijak mengatakan “sepertierare humanum est” membuat kekeliruan itu manusiawi.

Di campus anak hukum diajarkan kebijaksanaan oleh para dosennya. Seperti “hodi mihi cras tibi”, ketidakadilan yang menyentuh perasaan tetap tersimpan dalam hati nurani selamanya.

Anak hukum tipe orang yang mengalah karena memahami makna “melius est acciepere quam facere injuriam“, lebih baik mengalami ketidakadilan daripada melakukan ketidakadilan. Walaupun anak hukum meyakini asas “ut sementem feceris ita metes”, siapa yang menanam maka akan menua hasilnya. Siapa yang menabur angin dialah yang akan menuai badai.

Anak hukum tidak suka berprasangka karena ada asas “presumption of innocence”, asas praduga tak bersalah.

And lastly give me your love to make your life to be better. (*)

 

Apriyan Sucipto, SH, MH

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *