HTML Image as link Qries

Dikotomi Kesetaraan Lulusan PTS-PTN

Oleh : Rifandy Ritonga, S.H., M.H.

Direktur Pusat Studi Konstitusi dan Perundang-undangan Universitas Bandar Lampung
Sekretaris Asosiasi Hukum Tata Negara Hukum Administrasi Negara Lampung

banner 300600

Kemanusiaan yang adil dan beradab, demikianlah sila kedua Pancasila sebagai idelogi bangsa yang diserap dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia sehari-hari, bahwa manusia hidup secara bersama-sama harus menghadirkan keadilan yang bermartabat.

Hal demikian harus dan wajib jika kita berbicara tentang keadilan yang beradab dalam penyelenggaraan pendidikan, khususnya penyelengaraan pendidikan pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dengan nyata menyumbang kemajuan bangsa dalam melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu, tanpa keberadaan PTS Angka Partisipasi Kasar (APK) dalam pendidikan akan sangat rendah, itulah kenapa keberadaan dan peran PTS sangat penting di negara ini.

Ditambah, banyaknya tokoh-tokoh terkemuka dan berjasa dalam kemajuan bangsa dalam berbagai bidang pun menimba ilmu di PTS, ini membuktikan bahwa PTS dan PTN setara/sama baik secara peran maupun hasil yang dimunculkan. Jika hal itu setara/sama lantas mengapa masih ada saja diskriminasi yang dimunculkan oleh pemerintah bagi PTS? Baik secara dukungan dan layanan secara berbeda, alias dikotomi antara PTN dan PTS sampai dengan output lulusan yang dihasilkan oleh PTS itu sendiri masih ada perbedaan?

Sampai dengan tulisan ini dibuat, rasa diskriminasi itupun masih saja ditunjukan, tidak salah-salah rasa itu diciptakan oleh Pemerintah itu sendiri, kali ini mengarah pada selebaran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berkaitan dengan penerimaan pegawai dengan jalur talents scouting yang hanya merujuk pada pendaftar dari kampus-kampus tertentu. Contoh dalam di Provinsi Lampung, OJK hanya mahasiswa lulusan Universitas Lampung yang diperbolehkan pendaftaran pegawai dalam jalur talents scouting, terlepas adanya jalur umum yang dibuka dengan waktu yang tidak bersamaan namun ini membuktikan adanya diskriminasi terhadap mahasiswa lulusan PTS. Entah dengan asumsi apa hal tersebut diperbuat? Secara langsung oleh instansi pemerintah pada tingkat penyaringan berkas.

Secara kasat mata apa yang dipercontohkan oleh OJK semakin memperkuat bahwa dikotomi kesetaraan PTN-PTS masih jauh dari pemahaman banyak pihak, terlepas dari faktor-faktor lain yang mempengaruhi ketidak setaraan tersebut harusnya berkaitan dengan kemampuan yang dikualifikasikan secara kemapuan intelektian akademik bukan pada asal usul perguruan tinggi.

Hal ini secara sederhana membuktikan penerapan adil dan beradab dalam cerminan filsafat pendidikan di negeri ini belum dijalankan dengan baik di tataran nilai dasar, terkhususnya bagi pimpinan lembaga/badan pemerintah perkara ini menjadi Pekerjaan Rumah untuk kembali merefleksi bagaimana peran dan sumbangsinya PTS dalam kehidupan bernegara terkhusus pada kemajuan sumber daya manusia di negara ini. Salam logika, salam konstitusi. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *