radarcom.id – Provinsi Lampung terkenal dengan hasil perkebunannya, komoditas utama di Lampung saat ini adalah kopi. Menurut Budiman (2012: 528) Lampung merupakan daerah pengekspor kopi terbesar di Indonesia bahkan mencapai 70% dari keseluruhan ekspor kopi di seluruh Indonesia. Salah satunya Kabupaten Tanggamus sebagai daerah penyumbang kopi terbesar di Provinsi Lampung.
Sebelum kopi menjadi primadona masyarakat Lampung, lada terlebih dahulu menjadi komoditas andalan di Lampung sejak zaman Kesultanan Banten hingga era kolonial. Dahulu pusat penanaman lada di Lampung berada di daerah Tulang Bawang, Semaka (Tanggamus), Seputih, Sekampung, dan Teluk Betung (Imadudin, 2016: 350). Namun, pada abad ke-19 lada sudah tidak lagi menjadi komoditas utama walaupun tetap penting bagi Belanda.
Empat mahasiswa Universitas Lampung melakukan penelitian soal pergeseran lada ke kopi di Tanggamus ini. Mereka adalah Ketua Tim Penelitian Muhammad Rizkillah (Mahasiswa Pendidikan Sejarah Unila), Fera Verianti (Mahasiswa Pendidikan Sejarah Unila), anggota 1. Hilman Rifqi (Mahasiswa Pendidikan Sejarah Unila), anggota 2 Yusuf Perdana, S.Pd., M.Pd. (Dosen pembimbing PKM).
“Adapun faktor yang mempengaruhi pergeseran komoditas ini yaitu faktor internal dan faktor eksternal,” kata Muhammad Rizkillah kepada radarcom.id, Senin (12/10),
Diterangkannya, faktor internal yang mempengaruhi peralihan komoditas di Tanggamus pada saat itu adalah minat petani beralih ke komoditas yang lebih menguntungkan serta perawatan yang mudah. Karena pada pada tahun 1930 perkebunan lada diserang penyakit kuning serta Adanya komoditi perkebunan lain seperti kopi dan coklat sehingga lada semakin bersaing dengan tananamn ekspor lainya hal ini mengakibatkan produksi lada semakin berkurang.
Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi peralihan komoditas ini dipengaruhi oleh kebijakan yang dilakukan pemerintah Hindia-Belanda yaitu politik etis, dimana pembudidayaan kopi masa politik etis menyebar sampai ke Sumatera, salah satunya Lampung. Beriringan dengan proses kolonisasi dari Tahun 1905-1911 di Lampung termasuk Tanggamus serta terjadinya krisis Malaise pada Tahun 1929 yang berdampak pada permintaan lada yang berkurang di pasaran eropa yang mengakibatkan para masyarakat dan belanda mengalihkan ke penanaman kopi di Lampung, khususnya Tanggamus.
“Adanya peralihan komoditas dari lada ke kopi berdampak pada masalah sosial dan ekonomi. program kolonisasi yang dibawa oleh pemerintah kolonial Belanda berdampak pada kemajemukan etnis di Lampung khusunya Tanggamus. Bahkan setelah kemerdekaan indonesia, program kolonisasi ini diadopsi menjadi program transmigrasi untuk penyebaran penduduk secara nasional. Sehingga sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan sosial dan budaya. Hubungan antara masyarakat di Lampung terjalin Harmonis akan tetapi tetap ada konflik yang terjadi seecara langsung maupun tidak langsung. Selain itu adanya perkebunan kopi berdampak pada kebiasaan masyarakat Lampung yaitu budaya minum kopi,” ungkapnya.
Konsumsi kopi Tanggamus digemari karena cita rasanya yamg khas dan efek fisiologisnya sebai minuman penyegar. Bahkan Gubernur Lampung Arinal Djunaidi mengeluarkan surat edaran tentang hari Jumat sebagai hari minum kopi. Kopi semakin berkembang di Lampung khususnya Tanggamus, apalagai setelah produksi lada mengalami kemunduran, adapun faktor yang mempengaruhinya ialah karena minat masyarakat yang beralih ke komoditas yang lebih menguntungkan dan perawatan yang mudah sehingga masyarakat beralih penanaman ke kopi.
“Sehingga kebun lada mengalami penurunan yang drastis dan berpengaruh pada jumlah produksi lada Lampung. Karena merupakan salah satu minuman yang sering dikonsumsi masyarakat Lampung kopi dijadikan sebagai komoditas andalan dalam sektor perkebunan Lampung khususnya Tanggamus,” pungkasnya. (rls/Iis)