Cerita Ikhsanudin Sampai Jual Mobil untuk Kampanyekan Literasi

radarcom.id – Ada yang menarik disampaikan pada saat pemaparan salah satu narasumber dalam kegiatan Pemasyarakatan Perpustakaan dan Minat Baca di Provinsi Lampung Tahun 2020 oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Lampung, Senin, 24 Agustus 2020.

“Saya menjual mobil istri untuk mengkampanyekan literasi,” kata Ikhsanudin, Owner Aura Publishing di acara bertemakan Membangun Masyarakat Cerdas Melalui Budaya Literasi Berbasis Inklusi Sosial di Gedung Pusiban, Kantor Gubernur Provinsi Lampung.

banner 300600

Menurut Ikhsan, sebagai penerbit, pihaknya tidak ingin jika hanya sibuk dengan pekerjaan rutin akuisisi naskah dan kegiatan bisnis “semata”.

Meskipun sejatinya, membangun bisnis penerbitan buku juga tumbuh dari rasa keterpanggilan kami dalam upaya dan turut serta, bergerak secara aktif membangun budaya literasi dengan menyediakan bahan bacaan yang berkualitas, relevan dan ikut dalam menjaga nilai-nilai budaya lokal.
Untuk itu, kata dia, suatu ketika terlintas ide untuk melakukan kegiatan serupa yaitu berliterasi menggunakan media yang unik.

“Ide tersebut menghasilkan keputusan awal dimana kami ingin menggunakan mobil milik istri sebagai media mengkampanyekan literasi,” kata dia.

“Tetapi setelah kami kaji dengan mempertimbangkan banyak hal kami putuskan untuk menjual mobil istri serta membangun sebuah kedai kopi berkonsep buku,” tambahnya.
Hingga akhirnya, lanjut Ikshan lahirlah Aura Book Coffee dengan tempatnya di garasi mobilnya sekaligus. Yakni mencoba pendekatan baru berliterasi, dengan mendekatkan akses buku kepada generasi milenial dengan konsep coffee shop.

“Dimana tren nongkrong dan ngopi telah menjadi gaya hidup para millennial. Kampanye literasi harus masuk di area-area yang menjadi gaya hidup anak muda zaman sekarang,” katanya.
Dijelaskan Ikhsan, ide tersebut muncul ketika suatu ketika dirinya melakukan perjalan ke kota literasi dunia yakni di Kota Praha, Republik Cheko.

“Di sana kami jumpai banyak kedai kopi dan restoran yang ramai pengunjung yang sibuk dengan aktivitas membaca,” kata Owner Maha Rindu Kopi ini.

Aktivitas membaca juga banyak ia jumpai di taman-taman kota, angkutan umum, baik laki-laki maupun perempuan.
“Di Praha juga cukup mudah menemukan toko buku, baik yang menjual buku-buku baru maupun buku bekas yang berada di antara toko souvenir dan kedai kopi,” tuturnya.

Sampai akhirnya, Ketua IKAPI Lampung ini menyatakan, membawa konsep buku jelas melahirkan tanggung jawab tersendiri.

“Untuk itu kali ini kami hadirkan kedai kopi yang bukan hanya bisa untuk baca buku saja, lebih dari itu kami juga menghadirkan kegiatan-kegiatan literasi lain seperti diskusi dan juga bedah buku yang kami terbitkan,” terangnya.

Konsep tersebut menurutnya lahir karena keresahan para penulis dan penggerak literasi, yang sampai sekarang merasa kesulitan menemukan ruang yang nyaman untuk launching buku.
“Hal ini menjadi langkah pertama yang kami lakukan untuk terlibat langsung menumbuhkan minat akan literasi. Kami hadirkan ruang tanpa sewa yang bisa digunakan untuk launching buku,” tandasnya.

Sementara Ida Nurhaida, Dosen FISIP Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Lampung mengatakan ada problem di perpustakaan saat ini.

“Problemnya adalah semua ada di Internet. Semua yang ada di Perpustakaan, semua ada di internet, tidak perlu keluar, sehingga anak sekarang males gerak nggak datang ke Perpustakaan, ini yang harus diantisipasi oleh perpustakaan,” katanya.

Literasi informasi disebutnya juga rendah. Faktanya indeks membaca rendah. Akan tetapi masyarakat Indonesia sangat aktif di dunia internet, di sosial media.

“272 Juta masyarakat Indonesia yang terkoneksi ke internet 338 Juta, artinya melebihi jumlah masyarakat Indonesia. Artinya 1 orang lebih dari 1 akses,” terangnya.

Menurutnya, sekarang ini harus merubah perpustakaan tidak konvensional seperti dahulu kala, harus diperkaya dengan buku buku cetak ke e-book.

“Jadi buku cetak ada, e-book ada untuk menghadapi generasi sekarang ini. Generasi ke generasi ini beda. Generasi sekarang mendapatkan informasi lebih cepat lewat internet,” tuturnya.
Demikian juga yang disampaikan Sekretaris Dinas PMD Provinsi Lampung Fitrianita Damhuri.

Menurutnya, di tingkat perkotaan yang pendidikanya sudah lebih baik dari desa tapi belum smart dalam penggunaan internet.
“Sebagai implementasi Gubernur dan Wakil Gubernur, kami bersama-sama dengan OPD terkait, salah satunya dengan Perpustakaan Daerah untuk mewujudkan smart village,” kata dia.

Desa cerdas yang dimaksud adalah berbasis inklusi sosial, dan perpustakaan desa menjadi loktus desa cerdas harus triple job. Sehingga perpustakaan desa menjadi pusat kegiatan masyarakat.
“Misal desa ada Karang Taruna, dari sisi kerajinan, UKM dan lain-lain. Nah perpustakaan menjadi pusat belajar agar lebih baik lagi dalam memberikan pelatihan-pelatihan. Demikian petani yang akan beralih penyuluhannya di perpustakaan desa. Lanjut ke ibu-ibu dari dalam produk UKM,” terangnya.

Semua itu nantinya, kata Fitri, menjadi tanggungjawab perpustakaan desa yang akan dinaungi kelurahan atau kantor desa.

Maka itu, Smart Village yang diharapkan adalah pemerintahannya harus cerdas, masyarakat harus cerdas, lingkungan harus cerdas.
“Smart Village sudah coba di tahun ini dengan fokus 30 desa, yang menjadi tulang punggungnya adalah desanya. Untuk bisa disebut desa cerdas salah satunya desa punya perpustakaan yang sudah cerdas,” terangnya.

Disampaikannya target untuk menjadikan desa cerdas adalah dengan mewujudkan pojok baca desa bisa terwujud.
“Desa cerdas ini akan melibatkan seluruh perguruan tinggi di Provinsi Lampung,” katanya.

Sementara Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Lampung Ferynia mengatakan kegiatan yang diselenggarakan pihaknya kali ini diharpakan dapat membangun masyarakat cerdas melalui budaya literasi berbasis inklusi sosial.
Salah satu budaya literasi berbasis inklusi sosial adalah dengan pemberdayaan perpustakaan.

“Pemberdayaan perpustakaan diharapkan mendekatkan akses masyarakat dan memfasilitasi apa yang menjadi kebutuhan masyarakat, dan perpustakaan menjadi pusat akses informasi satu sama lainnya,” harapnya.

“Perpustakaan bebrasis inklusi sosial diharapkan dapat menjadi jembatan masyarakat sejahtera,” tambahnya mengakhiri. (rls/Iis)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *