Oleh : Raka Orlando (Menteri Pergerakan BEM U KBM Unila 2020)
Kemunkaran akan selalu ada, bukan karena banyaknya orang-orang jahat. Namun karena diamnya orang-orang baik. Perlawanan akan selalu hadir dalam ruang intelektual, termasuk tataran kampus. Tak peduli pada kalangan manapun, kebenaran akan selalu diperjuangkan. Begitupun sebaliknya, akan selalu ada batu sandungan kala bergerak memperjuangkan keadilan. Bahkan dalam memanfaatkan instrumentasi jabatan untuk menjegal gerakan dengan segala cara.
Sangat disayangkan hal ini terjadi di Universitas Lampung. Menggiring pemikiran agar menerima keadaan, dituntut untuk engggan melawan, dan memilih patuh pada sistem yang salah.
Ketahuilah, bak keran yang ditutup dengan aliran deras. Lambat laun akan semakin besar bahkan menjadi boomerang. Menahan gerakan masa berbanding lurus dengan besarnya gerakan yang dihimpun. Ibarat efek bola salju, justru semangat perlawan kian membesar dalam memperjuangkan hak-hak kebenaran. Satu dibungkam seratus melawan, Seratus dibungkam Seribu melawan. Hal ini semakin menunjukan mana yang benar dan mana yang salah. Menunjukkan betapa paniknya sang penguasa hingga sampai pada tahap pembungkaman suara-suara perlawanan.
Sudah sepatutnya kita sama-sama faham dengan keadaan. Kala pandemi semua serba pailit, tanpa terkecuali. Dari kalangan konglomerat hingga yang melarat semua terdampak. Ada seorang PNS yang golongan nya tak terlalu tinggi namun dipandang mampu, hingga kebingungan meminta bantuan atau tidak. Ada juga seorang petani yang dipaksa dirumah saja, padahal anaknya membutuhkan kuota dan uang UKT.
Beberapa yang lain sebagai buruh pabrik tidak bisa melawan dengan kebijakan PHK masal. Sayangnya pemandangan pedih ini mungkin tidak sampai pada penglihatan Birokrat Kampus, mungkin samar-samar. Kemudian sang anak bersikukuh ingin melanjutkan perkuliahan, memperjuangkan hak nya dalam gerakan, namun sangat disayangkan dicegah secara massif dan tersistematis.
Kebebasan akademis merupakan bagian dari kebebasan berpendapat yang tidak seharusnya dilarang di alam demokrasi. Negara menjamin kebebasan berpendapat seperti sudah diatur di konstitusi. Ketika kemerdekaan berpikir dan berpendapat dibungkam, maka demokrasi bisa mati. Berdasarkan Konstitusi, manyampaikan pendapat di muka umum dijamin dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”) yang berbunyi: “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang”.
Unjuk rasa/Demonstrasi merupakan salahsatu opsi dalam menyatakan pendapat di muka umu. Maka sudah semestinya seluruh pihak menghormati hak-hak konstitusional setiap warga negara tanpa terkecuali bahkan Dosen sekalipun. Selain dalam Konstitusi, hak menyatakan pendapat dihadapan publik telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Hari ini Unila berduka, dosennya mengajari mahasiswanya untuk bungkam. Beberapa oknum bahkan memagari mahasiswanya untuk melarang ikut serta dalam menyatakan pendapat di muka umum. Sangat disayangkan.
Namun, semangat juang akan terus berkobar. Jika ada 100 Mahasiswa yang berjuang maka pastikan Aku diantaranya. Jika ada 10 Mahasiswa yang berjuang maka pastikan Aku diantaranya. Jika ada 1 Mahasiswa yang berjuang maka pastikan itulah Aku.
Panjang Umur Perjuangan. (*)
======
Catatan : Opini yang dimuat di radarcom.id adalah pandangan pribadi penulis dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis