HTML Image as link Qries

Ngopi Yuk, Selagi Dibolehkan

Oleh: Isbedy Stiawan ZS

 

banner 300600

Bagi orang-orang yang sudah biasa ngopi, dilarang dokter pun akan mencuri kesempatan meminum kopi. Jika istri melarang atau tidak menyeduh kopi, sendiri pun menyiapkan segelas kopi.

 

Kopi adalah minuman manusia di muka bumi. Kedai-kedai kopi tersebar di setiap kota atau negara.

 

Orang-orang mencari ketenangan di kedai sambil menyeruput secangkir atau dua gelas kopi. Istilah pun dibuat demi promosi. Misal kopi para raja Sekanak di Tanjungpinang, kopi Gayo, barista, dan nama-nama lain.

 

Saya sudah berkali-kali dilarang dokter di Gedungmeneng setiap kali saya berobat karena tensi darah naik atau masalah lambung. Lalu “mantan pacarku” di rumah sejak itu tidak mau menyeduh kopi untukku.

 

Tetapi, apa aku berhenti mengopi? O tak! Aku bisa menyeduh sendiri, bisa menyajikan kopi di meja sendiri pula.

 

Begitulah. Kopi layaknya bagian dari sebuah persahabatan. Bersahabat dengan waktu, dengan kawan, dengan berbagai hal lain.

 

Lalu, tak soal apakah tiba-tiba ada surat edaran bahwa suatu hari dari sepekan jadi hari mengopi, atau tanpa statemen seperti itu sekalipun aku dan para pengopi akan tetap menjadikan hari-harinya untuk menyeruput.

 

Seorang kawan menyela, bahwa ajakan ngopi di hari Jumat itu bagus. Untuk promosi kopi Lampung yang dikenal enak itu. Untuk memasyarakatkan kopi kepada khalayak. Untuk…. “tanpa surat edaran pun, terlihat kau minta pada stafmu untuk menyajikan kopi pada sesiapa saja yang bertamu…” kata temanku yang anggota dewan di status FB-nya (maaf ya tak kutulis namamu brather).

 

Kopi adalah teman sehari-hari. Bisa jadi perekat silaturahim di suatu pertemuan. Bisa menjaga kantuk saat lek-lekan. Bikin gairah berdiskusi sewaktu ada seminar, dan sebagainya.

 

“Buatkan aku segelas kopi,” pintaku pada istriku suatu pagi.

 

“Nehi.. nehi. No no….” balas dia lalu menyeduh segelas teh untuk dirinya.

 

Aku pun sigap, kujerang air di kompor gas yang satunya. Kuseduh kopi tanpa gula.

 

“Aku menjalani imbauan pak kepala!” kataku sambil tersenyum-senyum.

 

Menyeruput dan ngudut… *

 

*)Sastrawan Lampung berjuluk Paus Sastra, Pengampu Lamban Sastra

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *