HTML Image as link Qries

Proyeksi dan Regulasi Pilkada Kota Bandar Lampung 2020

Oleh : Fery Triatmojo, S.A.N., MPA

Komisioner KPU Kota Bandar Lampung

banner 300600

Meskipun gelaran pemilihan umum tahun 2019 belum sepenuhnya selesai, namun pada kenyataannya, saat ini kita akan mulai memasuki pintu gerbang tahapan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah serentak tahun 2020. Sebagaimana termaktub pada Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.

Untuk mewujudkan amanah tersebut telah dilakukan penyempurnaan regulasi penyelenggaraan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota dengan ditetapkannya Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati dan walikota menjadi undang-undang.

Melengkapi rujukan regulasi peneyelenggaran pemilihan serentak 2020, KPU RI pada tanggal 5 Agustus 2019 juga telah menetapkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2019 tentang tahapan, program dan jadwal penyelenggaraan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati atau walikota dan wakil walikota tahun 2020. Berdasarkan kedua payung hukum tersebut, paling lambat pada 1 Oktober 2019 nanti, tak kurang dari 270 daerah propinsi, kabupaten/kota yang menyelenggarakan pilkada harus sudah melaksanakan penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) Pilkada di daerahnya masing-masing, tidak terkecuali di Kota Bandar Lampung. Pada bulan Agustus ini, KPU setempat telah mengajukan draft rancangan anggaran Pilkada sebesar 48 Milyar pada APBD Perubahan Tahun 2019 dan APBD 2020. Bergulirnya proses ini sekaligus menandai dimulainya tahapan perencanaan penyelenggaraan pilkada serentak di tahun depan.

Tahapan dan Aturan Main Pilkada
Target dan misi pelaksanaan pemilihan serentak nasional pada tahun 2024 menjadi salah satu perbedaan dan perubahan utama pada ajang pilkada periode 2020 hingga 2024. Sebelumnya, jadwal pelaksanaan pilkada serentak secara nasional yang disepakati yaitu tahun 2027. Namun kemudian dimajukan pada tahun 2024. Dengan adanya perubahan tahun, maka terdapat sejumlah penyesuaian pengangkatan penjabat kepala daerah.

Untuk kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada 2022 dan 2023 akan diangkat penjabat kepala daerah hingga pelaksanaan pemilihan serentak pada 2024. Adapun pelaksanaan pemungutan suara pilkada 2020, telah ditetapkan diselenggarakan pada 23 September 2020.

Sementara itu, terkait meninggalnya pasangan calon atau salah satu calon dari pasangan calon dibuat norma tata cara pengajuan calon pengganti baik untuk pasangan calon perseorangan maupun pasangan calon dari partai politik, regulasi memberikan waktu 30 hari melakukan pergantian, jika salah satu calon meninggal dunia pada waktu 29 hari sebelum pemilihan.

Adapun terkait upaya peningkatan verifikasi kualitas calon perseorangan, regulasi mengamanahkan penyelenggara untuk melakukan verifikasi faktual dengan metode sensus melalui langkah menemui pendukung pasangan calon jalur perseorangan. Permasalahan sanksi politik uang juga menjadi perhatian serius. Jika ada upaya untuk mempengaruhi penyelenggara atau pemilih dan terpenuhi unsur-unsur memberikan uang atau materi lainnya maka akan dikenai pidana penjara dan atau pidana denda.

Sementara, jika calon yang melakukan tindak pidana tersebut, maka akan dikenakan sanksi berupa pembatalan sebagai calon. Adapun untuk penguatan Bawaslu, disepakati bahwa lembaga tersebut diberi wewenang untuk menerima, memeriksa, dan memutus terkait tindak pidana menjanjikan dan memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara atau pemilih. Upaya hukum ini dimulai dari Bawaslu Provinsi ke Bawaslu pusat hingga ke tingkat Mahkamah Agung (MA).

Terkait mekanisme kampanye, dana kampanye yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kini dibatasi. Dana kampanye itu hanya diperuntukan untuk kegiatan pasangan calon atau partai politik dalam melakukan rapat terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye, dan pemasangan alat peraga. Terkait dana kampanye, ditambahkan norma bahwa dana kampanye dapat diperoleh dari sumbangan pasangan calon dan Partai Politik, Sedangkan tentang larangan ganti pejabat, jika pejabat negara, pejabat ASN, anggota TNI-Polri, dan kepala desa dilarang membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan pasangan calon, serta dilarang melakukan penggantian pejabat. Apabila itu dilakukan, maka pencalonan pejabat itu dapat dibatalkan oleh KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota.

Dalam hal penanganan pelanggaran pilkada, peran penyidik kepolisian dalam sentra Gakumdu harus diperkuat. Di samping mempersingkat alur penanganan pelanggaran tindak pidana Pemilihan.

Terkait sengketa Tata Usaha Negara pemilihan dimulai dari upaya hukum secara berjenjang yang dimulai dari Bawaslu Provinsi dan/atau Panwas Kabupaten/Kota ke Bawaslu hingga ke tingkat MA. Khusus yang menyangkut perselisihan hasil, diubah dengan menggunakan acuan total suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir.
Ketentuan tentang pembatalan pencalonan, Pelantikan Walikota terpilih, dan syarat dukungan pencalonan pada pilkada 2020 juga mengalami beberapa perubahan jika dibandingkan dengan pilkada 2015.

Pelanggaran berupa money politik yang dilakukan secara terstruktur,sistematis dan masif akan dikenakan sanksi administratif berupa pembatalan pencalonan, tanpa menggugurkan proses pidana. Pemberian sanksi ini menjadi wewenang Bawaslu Provinsi yang sebelumnya telah diperkuat wewenangnya.

Adapun penetapan sanksi menjadi wewenang KPU provinsi atau KPU kabupaten/kota melalui surat keputusan. Pada UU Pilkada kali ini, disebutkan bahwa pelantikan Bupati, Wakil Bupati, Wali Kota, dan Wakil Wali Kota dapat dilakukan oleh Presiden RI secara serentak selaku pemegang kekuasaan tertinggi. Sedangkan untuk syarat dukungan pasangan calon dari partai politik atau gabungan partai politik, disepakati jika besarannya tetap 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen akumulasi perolehan suara sah dalam pemilu.

Sementara, syarat dukungan pasangan calon perseorangan yaitu paling sedikit 6,5 persen dan paling banyak 10 persen dari daftar pemilih tetap. Untuk pilkada Kota Bandar Lampung, besaran dukungan pasangan perseorangan adalah 7,5% dari DPT Pemilu 2019 atau sekitar 47 Ribu dukungan.

Sedangkan komposisi dan proporsi besaran dukungan pasangan calon dari partai politik atau gabungan partai politik, dapat merujuk pada hasil pemilihan umum 2019 sebagaimana tabel berikut ini :

Sumber: KPU Kota Bandar Lampung. 2019.

Sementara itu, menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi, regulasi mengalami perubahan dengan memberikan pengaturan lebih lanjut mengenai pemilihan serta menghapus persyaratan tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana. Begitu pula bagi calon yang merupakan mantan narapidana, diberi kewajiban untuk mengumumkan status tersebut kepada publik.

Adapun untuk petahana yang akan mencalonkan diri kembali, diwajibkan untuk cuti di luar tanggungan negara selama masa kampanye yaitu tiga hari setelah penetapan pasangan calon hingga tiga hari menjelang pencoblosan. Sedangkan, bagi pejabat negara yang terlibat kampanye pemilihan pasangan calon, cukup mengajukan izin sesuai peraturan perundang-undangan.

Lebih lanjut terkait permasalahan konflik internal parpol, jika terjadi perselisihan kepengurusan partai politik yang dapat mendaftarkan pasangan calon, maka parpol yang bisa mendaftarkan adalah parpol yang sah yang terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM.

Terakhir, penggunaan KTP elektronik sebagai syarat dukungan calon perseorangan maupun sebagai syarat terdaftar sebagai pemilih akan diterapkan pada pilkada 2020.

Seleksi Penyelenggara, tahapan yang penting namun minim partisipasi.
Dalam rangkaian tahapan pemilihan, proses seleksi penyelenggara ini masuk dalam tahap prapenyelenggaraan atau tahap persiapan.

Berkaitan dengan Pemilihan walikota dan wakil walikota Bandar Lampung 2020, seleksi penyelenggara pemilihan, khususnya di jajaran KPU Kota dan PPK akan dilaksanakan mulai September 2019 hingga Januari 2020. Pada bulan itu, dimulai seleksi anggota KPU Kota periode 2019-2020, petugas pemilihan di tingkat kecamatan dan kelurahan. Proses seleksi penyelenggara pemilihan tersebut, seperti biasa, tidak banyak menyita perhatian publik meskipun tingkat urgensinya sebenarnya tidak dapat diabaikan.

Media massa dan masyarakat lebih tertarik dan larut dalam hiruk pikuk proses penyelenggaraan pemilihan itu sendiri khususnya soal kandidasi. Sedangkan urusan siapa yang akan menjadi penyelenggara pemilihan cenderung dilupakan. Padahal dalam proses seleksi, masyarakat diberi ruang terbuka untuk memberikan masukan maupun catatan rekam jejak para calon penyelenggara.

Sikap pasif masyarakat maupun media tersebut bisa jadi karena isu tentang seleksi ini memang seringkali dipandang kurang “seksi” jika dibandingkan dengan isu tentang panasnya persaingan para kandidat peserta pemilihan. Selain karena dipandang isunya kurang seksi, minimnya partisipasi masyarakat dalam proses seleksi penyelenggara pemilihan ini, salah satunya disebabkan belum terbentuknya budaya berdemokrasi yang baik dalam masyarakat. Motivasi orang menjadi penyelenggara pemilihan tidak lahir dari kesadaran untuk membangun demokrasi.

Menjadi penyelenggara pemilihan sejatinya merupakan profesi yang sangat mulia karena dia akan menjadi pelayan sekaligus pengemban amanat hak konstitusional masyarakat sebagai warga negara untuk dipilih dan memilih. Dalam pemilihan, suara rakyat adalah mahkota yang harus dijaga dan diselamatkan secara mati-matian oleh penyelenggara. patut diketahui bahwa pemilihan itu penuh konflik, penuh kepentingan dan berbiaya besar, maka calon penyelenggara idealnya memiliki etika, independensi, dan integritas.

Jika calon penyelenggara pemilu tidak memiliki salah satu di antara ketiganya, maka tim seleksi (timsel) sebaiknya tidak meloloskan yang bersangkutan. Setelah seorang calon penyelenggara dipastikan memiliki etika, independensi, dan integritas, hal selanjutnya yang harus diperhatikan adalah bahwa calon memiliki kemampuan dalam hal kepemimpinan dan semangat kolektif kolegial yang baik. Karena tanpa keduanya, kelembagaan penyelenggara pemilihan akan bermasalah dan menyulitkan koordinasi dengan tingkat atasnya.

Pada akhirnya, proses seleksi juga menempatkan Timsel pada peran dan posisi yang penting dalam melahirkan nama-nama yang akan menjadi penyelenggarakan dalam lima tahun ke depan. Baik-buruk penyelenggara pemilihan dan pemilu bergantung pada profesionalisme, independensi, dan integritas timsel. Timsel tak boleh menyelewengkan investasi besar yang diamanahkan negara. Proses seleksi yang baik itu harga mati. Tidak boleh ada timsel yang tidak independen. Dalam memilih diharapkan timsel tidak berdasarkan pada pilihan coba-coba, suka atau tidak suka, atau ada kesamaan dengan calon.

Timsel harus memperhatikan kebutuhan penyelenggara pemilu yang diminta KPU pusat. Timsel harus menjadi ujung tombak untuk memperbaiki kualitas penyelenggara pemilu. Timsel harus juga memahami fungsi dan struktur penyelenggara pemilu dari tingkat pusat sampai ke daerah, selain itu timsel harus memiliki pemahaman komprehensif tentang cara kerja penyelenggara pemilu. Terkait independensi, Timsel juga harus mengutamakan agar tidak memihak kepada partai politik atau pejabat daerah yang akan mengikuti kontestasi Pilkada 2020 dan Pilkada/Pemilu 2024.

Para calon penyelenggara harus bebas dari tekanan, termasuk pemerintah daerah. Timsel tidak boleh hanya asal rekrut, bukan karena like dan dislike atau karena adanya kesamaan semangat dengan timsel, tapi harus benar-benar mendapatkan penyelenggara yang memiliki visi dan misi selain berpengalaman. Proses seleksi jangan sampai terciderai akibat kurang cermat atau salah memilih orang yang tidak independen. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *